Header

Tuesday, March 19, 2013

Mengembalikan Jati Diri Umat Islam

 
Kita perlu meraih kembali identitas Muslim yang telah hilang dan kembali ke Quran
Selasa, 12 Februari 2013 
BETAPA sedih rasanya jika menatap realitas kaum Muslimin dewasa ini.  Mereka diselimuti oleh kemiskinan ideologi, moral, dan material. Mereka telah terjangkiti virus hubbud dunya wa karahiyatul maut (kecintaan secara berlebih-lebihan terhadap dunia dan takut mati). Mereka berbuat zhalim karena miskin iman. Dan mereka sering melakukan tindakan yang tidak terkontrol kerena miskin ilmu. Pemimpin mereka mengajarkan bahwa ilmu adalah cahaya, sedangkan kebodohan adalah kegelapan.. Mereka tidak peduli dengan nasihat para Nabinya, sehingga mereka kurang wawasan, maka gelaplah pikiran dan mata hati mereka dalam mengelola problem yang di hadapi.
Mereka bukanlah penguasa-penguasa di bumi seperti yang dijanjikan oleh Allah Subhanahu Wata’ala. Umat Islam yang dijuluki khairu ummah (umat yang paling baik), hanyalah sebagai mainan kecil/bola pimpong di tangan kaum kafir dan musyrik. Keberadaan kaum Muslimin belum berhasil menjadikan diri mereka gambaran Al-Quran yang  berjalan secara kongkrit yang bisa disaksikan orang lain. Bahkan, mereka adalah manusia-manusia yang memiliki kelayakan untuk dijajah (qabiliyyah littakhalluf). Jadi, bukanlah musuh yang terlalu kuat untuk dihadapi, tetapi kaum Musliminlah yang kehilangan elan vital, spirit jihad.
Kaum Muslimin kontemporer bukanlah pahlawan ilmu pengetahuan, sekalipun al-Quran memberikan perintah pertama kali, iqra' (bacalah). Mereka bukanlah orang yang berkepala dingin dalam mengelola konflik, sekalipun mereka telah membaca surat Asy Syura. Mereka bukanlah orang yang kuat dalam aspek militer, sekalipun kitab mereka memerintahkan untuk mempersiapkan kekuatan. Mereka bukanlah orang yang pandai berbisnis, sekalipun pasca Jum’atan diintruksikan untuk bertebaran di muka bumi. Alangkah jauhnya jarak kaum Muslimin dengan kitab sucinya?
Gerangan apakah yang menjadikan pendahulu mereka menguasai hampir separo dunia? Gerangan apakah yang mengubah para penunggang onta di gurun sahara yang sunyi dan gersang menjadi referensi/rujukan pahlawan ilmu dan peradaban dunia? Gerangan apakah yang mengubah suku-suku yang hobi minum-minuman, perang karena dipicu persoalan sepele, makan riba, main perempuan, merampok, menjadi komunitas yang disegani oleh kawan dan lawan? Gerangan apa pula yang membuat penggembala-penggembala yang bodoh menjadi penakluk-penakluk Kekaisaran Persia dan Bizantium?
Langkah Fundamental
Perhatikanlah, apakah yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam untuk melahirkan revolusi menakjubkan ini dalam jangka waktu kurang dari ¼ abad. Yang paling utama dan pertama-tama yang dilakukan oleh manusia pilihan itu adalah menanamkan di dalam hati pengikut-pengikutnya kalimatut taqwa, kalimat thayyibah, kalimatun sawa, kalimatut tauhid,  qaulun tsabitun : “laa Ilaaha illallah Muhammadur Rasulullah”.
Beliau mengajarkan kepada kita bahwa tidak ada tuhan yang layak disembah dan dipuja selain Allah Subhanahu Wata’ala. Selain Allah Subhanahu Wata’ala adalah makhluk yang hina (dzalil), bodoh (jahil), faqir (membutuhkan orang lain), ‘ajiz (lemah, tidak kuat menahan ngantuk jika sudah tiba). Betapapun luasnya kekuasaan, keberlimpahan harta, ketinggian ilmu, dan kuatnya pengaruh mereka.
Mereka adalah makhluk yang kecil, remeh, tidak berdaya, tidak ada apa-apanya di hadapan Al-Khaliq, Al-‘Alim, Al-Akram. Semua manusia memiliki kedudukan yang sama. Ukuran seseorang tidak ditentukan oleh asesoris lahiriyah. Misalnya, kekayaan yang dimiliki, kekuasaan yang digenggam, luasnya wawasan dan ilmu serta pengaruh keturunan (darah biru). Yang paling mulia disisi-Nya hanyalah orang yang bertakwa. [QS: Al Hujurat (49) : 13].
Kalimat tauhid tersebut di atas menanamkan sikap harga diri kaum Muslimin awal. Dan pada saat yang bersamaan tercerabut rasa rendah diri. Hilang jiwa kerdil, dan tertanamlah jiwa besar. Hilang sikap jumud, terbukalah wawasan yang baru, luas tak bertepi. Para pengikut Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam yakin secara bulat bahwa kemuliaan itu  adalah milik Allah, Nabi-Nya dan para mukmin.
Begitu rasa rendah diri lenyap, bersemayamlah di dalam hati mereka identitas yang konstruktif. Mereka bangga bukan karena kelebihan yang mereka miliki, potensi diri yang hebat, dan backing dari kekuatan tertentu, tetapi karena keyakinan yang kuat kepada kebesaran dan keagungan Allah Subhanahu Wata’ala
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS. Ali Imran (3) : 139).
Kita semua tahu dari sejarah Islam, bagaimana sahabat yang berasal dari orang Arab dusun Rabi’ bin Amir berdiri dengan gagah berani di hadapan Kaisar Romawi, dengan meyakinkan menampakkan kebanggan berislam, tanpa rasa minder sedikitpun, menolak keharusan bersujud di hadapan raja, sekalipun hanya mengendarai keledai kecil dan pakaian sederhana.
Ketika Kaisar Romawi bertanya dengan penuh keheranan, beliau menjawab: “Aku diutus untuk membebaskan manusia dari penyembahan kepada sesama manusia menuju penyembahan kepada Allah Subhanahu Wata’ala dan membebaskan mereka dari kesempitan agama menuju keluasan agama.”
Kita tahu bagaimana Umar bin Khathab menolak pakaian-pakaian raja yang diberikan kepadanya ketika ia memasuki Yerusalem sebagai penakluk yang gagah berani. Ia mengatakan, sesungguhnya islam sudah cukup memberikan kemuliaan kepada diri saya. Bukan bersumber dari atribut lahiriyah.
Dari dua kisah tadi, kita dapat mengambil pelajaran penting bahwa kaum Muslimin pertama tidak terpesona dan silau oleh kegemerlapan duniawi, syahwat politik, syahwat perut dan syahwat di bawah perut (syahwatul farji).

Mengenang Khansa Palestina: Perjalanan Jihad dan Pengorbanan


Nama Ummu Nidhal melekat kuat dalam hati rakyat Palestina
Selasa, 19 Maret 2013 
Hidayatullah.com—AHAD sore (17/03/2013),  ribuan warga Palestina berpartisipasi mengantarkan Maryam Farhat yang dipanggil Allah Subhanahu Wata’ala  di usia 64 tahun setelah menderita sakit.
Perdana Menteri (PM) Palestina Ismail Haniyah dan Wakil Kepala Pertama Dewan Legislatif Ahmad Bahar ikut berpartisipasi dalam prosesi pemakaman Farhat, di samping menteri Palestina lainnya, anggota parlemen, pemimpin faksi dan ribuan warga.
Tak ketinggalan, PM Ismail Haniyah dalam pidato yang disampaikannya di masjid Umari Kota Gaza dan berjanji untuk mengikuti teladannya dalam jalan perjuangan serta perlawanan sampai pembebasan Palestina dari pendudukan Zionis-Israel terwujud.
Haniyah mengingatkan akan pengorbanan Maryam Farhat dan ketabahannya yang legendaris. Menurut Haniyah,  Maryam Farhat adalah hadiah dari surga kepada orang-orang di bumi dan menggambarkan beliau sebagai seorang wanita yang luar biasa.


***
Setelah perjalanan panjang dalam jihad, dakwah, dan perjuangan, Maryam Farhat atau yang diakrab dipanggil Ummu Nidhal Farhat dan lebih dikenal dengan julukan “Khansa Palestina” ini akhirnya tutup usia. [baca: Ibunya Para Mujahidin Palestina Wafat Subuh Tadi: Umm Nidhal Farhat] 

Kisah wanita  kelahiran 24 Desember 1949 cukup layak menjadi pelajaran. Datang dari keluarga sederhana dari Gaza.  Wanita yang dikenal sangat berprestasi dalam studi ini menikah dini di awal SMU dengan Fathi Farhat (Abu Nidhal). Saat ujian umum SMU Az-Zahra, ia justru melahirkan anak pertamanya.
Khansa Palestina ini adalah janda bagi enam anak laki-laki dan empat anak perempuan. Semua anaknya bergabung dalam barisan mujahidin Brigade Asy-Syahid Izzuddin Al-Qassam. Tiga di antara anak laki-laki itu; Nidhal, Muhammad dan Rawwad gugur syahid.

Nama Ummu Nidhal melekat kuat dalam hati rakyat Palestina. Hal itu bermula ketika awal tahun 2002, Ummu Nidhal muncul dalam rekaman video yang melepaskan kepergian anak Asy-Syahid Al-Qassam Muhammad untuk melakukan operasi serangan syahid di pemukiman Atzimona. Aksi ini mampu menewaskan dan melukai sejumlah pasukan zionos. Rekaman ini kemudian menjadi pelepasan resmi pertama dalam operasi syahid yang terdokumentasi.

Perjalanan Ummu Nidhal Farhat bukan hanya di sini. Sebelumnya di tahun 1992, Ummu Nidhal melindungi di rumahnya komandan Al-Qassam Emad Aqel yang disebut penjajah Zionis sebagai “manusia bernyawa tujuh”. Sang pejuang akhirnya menjemput syahidnya di rumah Ummu Nidhal pada 24 November 1993 setelah terjadi konfrontasi sengit antara Aqel dan 200 serdadu zionis sebelum menggerebek rumah persembunyian.

Perjalanan pengorbanan berlanjut. Pasukan Zionis membunuh anaknya bernama Nadhal di tahun 2003. Nadhal adalah salah satu pimpinan senior lapangan di brigade Al-Qassam dan salah satu arsitek pertama roket-roket Al-Qassam.

Selain itu, pesawat tempur penjajah di tahun 2005 membunuh anaknya lagi Asy-Syahid Rawwad setelah mobil yang ditumpanginya disasar roket pesawat F16 Zionis di Gaza City.  

Saturday, March 9, 2013